
Ilustrasi perempuan muda sadar emisi karbon. (Foto: dok. Makkunrai)
Setiap pagi, Dian Syafirah, mahasiswi Universitas Bosowa, harus menempuh perjalanan lebih dari 30 kilometer dari rumahnya di Kabupaten Takalar menuju kampusnya di Makassar. Dengan setia, ia menumpangi angkot (pete-pete), bukan karena terpaksa, tapi karena pilihan sadar demi menekan emisi karbon pribadi.
“Aku udah terbiasa naik transum kayak pete-pete dan ojol. Kalau bisa pilih yang lebih ramah lingkungan, kenapa enggak?” ujar Dian yang juga dikenal aktif sebagai TikTokers, Jumat (27/06/2025).
Bagi Dian, kemacetan dan polusi udara di Makassar semakin membuatnya berpikir ulang soal kontribusinya terhadap lingkungan. “Kadang mikir, ‘Lah ini tiap hari kota makin padat, udaranya juga gak sehat.’ Jadi sebisa mungkin aku cari opsi yang bisa bantu ngurangin jejak karbon.”
Ia pernah terpikir untuk beralih ke kendaraan listrik, tapi baginya, transportasi umum tetap lebih realistis. “Kendaraan listrik oke sih, tapi sekarang lebih ke praktis dulu. Naik pete-pete itu fleksibel, dan aku udah hafal rutenya,” ungkap Dian.
Sebagai perempuan muda yang aktif dan mobile, Dian menyadari tantangan dalam memilih moda transportasi ramah lingkungan.
“Kita tuh mikirnya bukan cuma soal polusi, tapi juga soal keamanan, kenyamanan, dan kecepatan. Harus sat-set!” ujarnya sambil tertawa.
Dian belum pernah mencoba carpooling atau nebeng bareng teman. Ia mengaku lebih nyaman naik sendiri.
“Jujur, aku tim transum garis keras. Udah cocok sama ritme dan rute sendiri. Gak banyak basa-basi, langsung jalan,” katanya.
Meski begitu, ia tak sembarang bepergian. Semua dijadwalkan dengan rapi demi efisiensi waktu dan energi. “Aku pilih agenda yang penting aja. Kalau bisa ditunda atau diganti online, ya kenapa harus capek ke sana. Hemat waktu, hemat karbon juga,” ucapnya.
Namun, ia mengeluhkan fasilitas transportasi umum yang belum cukup menunjang gaya hidup rendah emisi.
“Udah lama banget nggak ada perubahan besar. Rutenya itu-itu aja, armadanya tua, dan jadwalnya kadang bikin nunggu lama,” keluhnya.
Terkait tren kendaraan listrik, Dian sangat mendukung. Ia melihatnya sebagai jalan ke depan. “Tapi orang harus ngerti kenapa ini penting, jangan cuma ikut-ikutan. Edukasi itu penting biar nggak salah kaprah,” tegasnya.
Jika ada program subsidi, Dian lebih berharap pemerintah fokus pada transportasi publik. “Jujur aja, kendaraan listrik pribadi masih mahal. Tapi kalau transum ditingkatkan, semua orang bisa ngerasain manfaatnya. Itu lebih adil,” katanya.
Dalam lingkungannya, Dian memang tidak mengajak orang secara langsung untuk beralih ke transportasi ramah lingkungan. Namun, ia percaya bahwa contoh lebih kuat dari kata-kata.
“Aku cuma jalanin aja. Kalau mereka lihat aku konsisten naik angkot, mungkin mereka juga bakal kepikiran sendiri,” ujarnya.
Sebagai konten kreator, Dian kerap menyisipkan pesan-pesan sadar lingkungan dalam unggahan-unggahannya. Tak melulu soal gaya, tapi juga pilihan hidup yang bertanggung jawab.
Kalau diberi panggung kampanye, Dian akan mengajak sesama perempuan muda untuk mulai dari langkah kecil. “Biasain naik transum, pilih rute yang nyaman dan aman. Gak harus idealis, tapi konsisten. Bareng-bareng, kita bisa bikin perubahan,” pesannya.
Penulis: Gigut