Kelompok Perempuan Suarakan Keadilan bagi Korban Kekerasan Seksual 1998

Sejumlah kelompok perempuan dan aktivis HAM mengharapkan Fadli Zon dapat memberikan klarifikasi mengenai pernyataannya terkait peristiwa kekerasan seksual saat kerusuhan Mei 1998. Langkah tersebut dinilai penting demi menjaga hati para korban dan keluarga yang tengah mencari keadilan dan pengakuan atas apa yang terjadi.

Ketua Komnas Perempuan, Azriana, menyampaikan bahwa kekerasan seksual yang terjadi pada Mei 1998 memang sebuah peristiwa, bukan sebuah mitos atau rekayasa. Dalam pernyataannya, Azriana juga menekankan pentingnya pengakuan dan perlindungan bagi para korban yang saat itu hidup di tengah tekanan dan trauma.

“Banyak korban yang memilih untuk diam, bukan karena peristiwa itu tidak terjadi, tapi lebih karena takut dan trauma yang tengah mereka rasakan. Komnas Perempuan mencatat setidaknya terdapat 85–92 laporan kekerasan seksual yang terjadi saat peristiwa Mei 1998, dan sebagian besar terjadi pada perempuan etnis Tionghoa,” ujar Azriana, yang diberitakan Komnas Perempuan, Sabtu (14/6/2025).

Selain Komnas Perempuan, perwakilan dari Ruang Arsip dan Sejarah Perempuan (RUAS), Ita Fatia Nadia, juga memberikan pernyataan mengenai pentingnya pengungkapan kebenaran peristiwa tersebut. Dalam sebuah diskusi, Ita menyebut peristiwa kekerasan seksual 1998 sebagai sebuah luka kemanusiaan yang harus diberi ruang untuk disembuhkan.

“Ini bukan peristiwa acak, tapi sebuah peristiwa yang memang terjadi dan melukai hati para korban. Korban bukan satu atau dua, tapi puluhan, dan mereka membutuhkan keadilan, pengakuan, dan proses penyembuhan atas apa yang terjadi,” ujar Ita, dikutip dari beberapa sumber.

Sementara itu, Palupi dari Pamflet Generasi dan Tim Relawan untuk Kemanusiaan menjelaskan bahwa proses kekerasan seksual tersebut terjadi bukan tanpa perencanaan. Dalam catatannya, Palupi menyebut terdapat indikasi bahwa terjadi sebuah operasi yang memang diberlakukan untuk menyasar kelompok etnis Tionghoa dan perempuan.

“Ini bukan perbuatan acak, tapi satu operasi yang memang menyasar kelompok yang rentan, yaitu etnis Tionghoa dan perempuan, sehingga trauma yang terjadi meluas dan mendalam di tengah masyarakat saat itu,” ungkap Palupi.

Selain permohonan klarifikasi dari Fadli Zon, kelompok perempuan juga meminta pemerintah dan DPR untuk memberikan perlindungan, dukungan moral, dan proses peradilan yang adil bagi para korban yang saat itu menjadi sasaran kekerasan seksual.

Mereka juga meminta proses penyelidikan lebih terbuka, transparan, dan melibatkan Komnas Perempuan, lembaga HAM, dan perwakilan masyarakat sipil yang memahami akar permasalahan peristiwa tersebut.

“Ini saatnya bangsa Indonesia belajar dari sejarahnya. Mengakui apa yang terjadi, mencari kebenaran, dan memberikan keadilan bagi para korban kekerasan seksual Mei 1998, sehingga peristiwa serupa tidak terulang di masa mendatang,” tegas perwakilan Komnas Perempuan.

Organisasi masyarakat sipil dan kelompok perempuan juga berharap Fadli Zon dapat memberikan pernyataan yang lebih manusiawi dan berdasarkan fakta mengenai peristiwa tersebut, demi menjaga martabat para korban dan keluarga yang tengah mencari keadilan.

Penulis: Gigut

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top